Senin, 20 Juni 2016

PPPT First Episode

Diposting oleh Pebri Haloho di 09.40 0 komentar
Berawal dari ke-SUNTUK-an yang kami rasakan, kisah ini hanya sepenggal cerpen yang ngga penting sama sekali untuk dibaca. Cuma mau ngepost hal-hal yang mainstream yang kami alami selama ini.

Sepulangnya kami dari hotel *******, aku dan rekan kerjaku kembali ke kantor untuk mengkonfirmasi bahwa orang yang kami ajak ke hotel tersebut telah berpulang, eh.. PULANG ke rumah masing-masing. 
Pertanyaan:
Isilah bintang-bintang di atas! 
Hahaha :D Becanda ih! Serius amat. Itu bukan hotel bintang 7, emangnya obat sakit kepala? Aku cuma ngga mau nge-ekspos nama hotel tersebut secara terbuka, anggap saja nama hotel itu hotel POLONIA. Lah... tersebutkan! -_-

Hari itu adalah hari aku terpaksa meninggalkan perkuliahanku untuk mendampingi beberapa orang yang dipilih untuk melaksanakan penelitian tingkat remaja, singkatnya saya jadi mentor mereka. Setelah seharian cuma duduk-duduk dan mendengarkan pengarahan dari panitia. Sepulangnya kami dari hotel itu, aku dan Paian -rekan kerjaku yang telah kusebutkan di atas tadi- kembali ke sekolah. Orang yang masih tersisa di sekolah hanya tinggal Ms. Tugel dan Pak Paulus, waktu itu memang wajar semua teman-teman yang lain sudah pulang, pasalnya kami touch down di sekolah sudah petang dan suasananya mendung-mendung ngga jelas gitu. 

Tugel masih bersantai di piket, dan Paulus masih sibuk dengan koreksiannya di kantor guru. Aku dan Paian mendapati mereka dengan keadaan lelah, letih, lesu, dan lapaaaarrr! Naasnya, botol minumanku di dalam tas malah terbuka, so benda-benda di dalamnya basah. "Oh God! Why is this happening to me?". Ku keluarkan isi tasku dan ku angin-anginkan di depan kipas angin kantor. Sementara itu Paian dan Paulus bercakap-cakap tentang honor menjadi pendamping di hotel itu.

Aku mengeluh karena lapar, gitu juga dengan Paian. Tapi tidak banyak hal yang dapat kami lakukan karena jika kami ingin membeli makanan ke luar, kami harus mengeluarkan energi ekstra lagi. Dan itu yang aku hindari. Aku memberikan ide cemerlangku, "Pak Polus, gimana kalo bapak aja yang beli ke luar makanan kita? Bapak kan punya kereta." Untungnya Paulus mengiyakan. "Iya, apa yang mau di beli?" katanya. Terus kami berdua bingung. Krik krik krik.

Selagi kami asyik dengan kebingungan kami, cuaca di luar semakin mendung saja. Aihh.. Harapanku dan Paian mulai surut untuk bisa ngisi perut. Kemudian Paulus bilang "Udah mau hujan, ayok la kita ke tempat makannya langsung aja, abis itu langsung pulang kita." kata Paulus. Lalu aku ngajak Tugel untuk ikut dengan kami. Akhirnya kami langsung cuss... berangkat ke suatu tempat makan yang ngga bisa aku sebutkan namanya langsung.

Selasa, 29 Maret 2016

Objek Wisata Murah Meriah Pematang Siantar

Diposting oleh Pebri Haloho di 16.46 0 komentar

Kata kakak aku, nama tempatnya TIMURAN. Ngga ngerti juga kenapa disebut begiu, mungkin karena letaknya agak ketimur dikit kali ya :D 



Ini kali pertama aku pergi ke tempat ini, sebenarnya aku ngga terlalu berekspektasi tinggi tentang kolam renang TIMURAN ini. Dalam pikiranku cuma aliran sungai biasa, yang ngga jauh lah sama sungai-sungai deket rumahku. Tapi, berhubung karena cuaca sangat amat gerah rah rah rah.. aku ikut aja waktu diajakin berenang. Dan semua keluarga juga ikutan.

Perjalanan kami tempuh dari Batu lapan, Pematang Siantar ke lokasi tujuan wisata -ciieehh wisata.. :D- kira-kira sekitar 45 menit, ya.. itu juga karena banyak singgah-singgahnya di jalan. Kalo boleh berpendapat sedikit untuk objek wisata seperti itu, jalan yang kami tempuh kurang ditata sedemikian rupa, jadinya diperjalanan kurang bersemangat, ditambah lagi di jalan udaranya panas dan kering. 


Sesampainya kami di lokasi, yang aku lihat semacam kebun sawit yang udah ngga produktif lagi, banyak juga kedai-kedai penjual makanan, dan pakaian. Dari lokasi parkir, sama sekali ngga kelihatan sungainya, karena posisi pondok persinggahan pengunjung dan kios-kios tukang jual makanan dan pakaian agak ramai, dan menutupi sepanjang aliran sungainya.

Sangkin penasarannya, aku langsung aja eksplore tempat pemandian itu. Dan.... Ketemulah ...



Ini tempat luar biasa, airnya jerniihh.. aku bingung kenapa bisa airnya sejernih ini. Kalo dikasih kaporit kayanya ngga deehh...

Kmai tiba di lokasi, sekitar jam 10-an gitu, jadi belum terlalu banyak pengunjung yang datang. Kolamnya ada banyak... baaaaaanyaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkk *udah kaya iklan tokoped* Ini hanya salah satu kolam yang aku foto. Air di setiap kolamnya ngalir terus menerus, aku sampai bingung dari mana sumber airnya datang. jadi aku melanjutkan perjalanku ke arah sumber airnya.


Makin jalan ke arah sumber mata air, makin seru aja pemandangannya. Lihat tempat ini aku jadi ingat Teroh-Teroh Waterfall, yang kita kesana cuma buat nganyut-nganyutan aja. Hahahaha :D Basicly sama, airnya jernih, ada alirannya, bedanya cuma kalo teroh-teroh masih alami sekaaliiii, kalau disini tempatnya emang udah disetting jadi begitu. Hahahaha :D


Nah, ngga lama kemudian aku ketemu sama seorang bapak yang lagi nampung air di kolam. Wah, ternyata bapak itu namung air langsung dari sumber mata airnya loh.. Liat kejernihan airnya udah sebelas dua belas kayak AQUO :D Hehehehehe :D



Ini aku kasih fto aku pas nganyut-nganyutan ngga jelas. Hahaha :D I enjoy this place, and hope you enjoy my story. See ya!!

Selasa, 09 Februari 2016

Kecambah cinta

Diposting oleh Pebri Haloho di 15.38 0 komentar
Kisah ini adalah kisah yang paling membuat galau segalau-galaunya. Berlebihan mungkin bagi sebagian orang, tapi bagi mereka yang meraskan, hal ini bisa mengubah kehidupan mereka selamanya. Kisah apa? Ya apa lagi kalau bukan soal cinta.

Entah mengapa, kisah ini sangat menarik untuk diceritakan dan semua orang pasti punya peristiwa cinta yang berbeda, walaupun umur mereka sama, alamat mereka sama, tanggal lahir mereka sama, zodiak mereka sama, shio mereka sama, tapi tidak pernah sama kisah cintanya. 

Seperti itu pula aku. Aku bukan orang yang spesial, darimanapun dilihat tidak ada yang mencolok ataupun yang bisa diandalkan dari diriku. Tapi aku menginginkan cinta yang sempurna. Cinta yang tanpa air mata, cinta yang memberikan kekuatan, cinta yang penuh belas kasih, cinta yang menerima aku apa adanya, cinta yang saling membutuhkan, cinta yang hidup selamanya di hati meskipun raga sudah tidak tersentuh lagi. Aku mungkin terlalu perfeksionis. Tanpa melihat siapa diriku. Aku sudah tidak tahu diri. Tolong sadarkan aku.

Kali ini, aku mencintai seseorang yang tidak pernah ku kenal sebelumnya. Tidak pernah sekalipun aku berpikir bahwa aku akan jatuh cinta pada dirinya. Sebelumnya aku juga pernah pacaran. Dan memang butuh waktu yang lama untuk mulai mencintai pasanganku. Untuk itu aku tidak terlalu heran karena aku sudah mengalami peristiwa ini sebelumnya, aku tidak ambil pusing karena aku terlalu lama menyadari kalau aku sayang pada seseorang.


Namun, terkadang aku suka berubah pikiran. Layaknya kacang yang baru berkecambah, cinta bagiku juga sangat rapuh, tidak bisa sembarangan merawatnya. Butuh perawatan ekstra setiap hari supaya kokoh. Butuh waktu yang lama untuk menjadi tanaman sempurna. Cintaku tidak seperti tanaman lain yang mampu bertahan meski air sangat sedikit, atau saat hujan deras datang, banjir, atau panas terik. Kecambah cintaku akan tetap dorman selama tidak ada air, akan membusuk ketika terlalu banyak air, akan layu dan mati akhirnya jika kekeringan, akan tersapu air jika hujan deras datang.

Ketika perselisihan datang, aku selalu tidak bisa mentoleransi kesalahan pasangan.  Bahkan sedikit kata-kata kasar darinya yang menusuk ke dasar hatiku akan terbayang selalu di kepalaku, sehingga aku selalu membencinya. Cintaku layu, bagai kecambah yang dicabut dari sumber nutrisinya, dicampakkan ke padang gurun yang minim air dan disinari matahari lebih lama dibanding biasanya. Hampir mati, tapi tidak. Tersiksa. Dilain sisi aku akan memantapkan hatiku untuk mencintainya, mencoba mempertahankan keberadaannya disisiku, tapi pikiranku selalu tidak bisa melupakan perlakuan yang tidak mengenakkan bagiku. Emosiku memuncak, sehingga sering kali aku menangis tersedu-sedu di kamarku sendirian ketika mengingat kejahatan pasanganku. Bodoh mungkin kedengarannya, tapi begitulah aku.

Aku bukan tipe orang yang suka memaafkan, kadang ketika perselisihan datang karena kesalahankupun, aku enggan meminta maaf terlebih dahulu kepada pasanganku. Aku ini orang yang sangat egois. Aku tahu itu dan aku paham betul sifat egoisku tidak baik. Tapi egois mungkin sudah menjadi nama tengah bagiku, sehingga sangat susah untuk mengubahnya. 

Tidak jarang, aku memutuskan hubunganku sebelumnya dengan mantan kekasihku hanya karena perselisihan yang aku sendiri penyebabnya. Kisah cintaku kandas begitu saja, mungkin karena kecambah cintaku belum berkembang, sehingga kata-kata kasar atau perilaku yang tidak kusenangi akan menjadi sumber pertengkaran. Aku bukan tipe perempuan yang cemburuan, bukan juga tipe perempuan yang perhatian. Aku sangat jauh dari kesan romantis, sehingga ketika pasanganku ingin menciumkupun aku menolak. Kalau dia memaksa, akan menjadi akhir kisah cinta kami berdua.


Karena sifatku yang acuh tak acuh, egois, terkesan tidak cinta pada pasanganku. Sebenarnya aku sayang, hanya saja aku tidak bisa meluapkan perasaan itu seperti perempuan lainnya. Dalam kamusku pacaran itu hanya sebatas teman lelaki yang paling dekat, yang bisa diajak tukar pikiran, yang bisa menentramkan hati dan pikiran kalau ada masalah, yang bisa diajak kerja sama. Bukan yang bisa kecup pipi kiri kecup pipi kanan tiap ketemuan, bukan juga yang bisa meluk-meluk dijalan biar semua orang pada ngeliatin, bukan juga yang bisa diajak berhubungan suami isteri dengan mengatasnamakan keseriusan dan komitmen untuk saling mencintai.

Permasalahan yang sering muncul akibat sifat introvertku itu adalah kekasihku sering kali curiga kepada teman lelakiku yang lainnya. Kekasihku menuduh aku suka pada laki-laki lain, mencemoohku dengan kata kasar seperti aku ini adalah perempuan yang tidak punya pendirian, yang mau diajak jalan dengan laki-laki mana saja, menyinggung perasaanku secara tidak langsung dengan perkataannya. Alasan apapun yang aku lontarkan, yang sejujur-jujurnyapun tidak diterima, maka aku terpaksa mundur. Aku tidak suka jika tidak dipercaya. Meskipun banyak kelemahan dan kekuranganku, aku tidak pernah berkhianat dalam masalah percintaan. Yang ku bisa adalah ikhlas. Ikhlas menerima kalau pasanganku ternyata berpikiran pendek terhadapku, iklas karena perasaanku terpaksa harus aku buang perlahan-lahan, iklhas tersakiti dan harus kuat demi diriku sendiri. Ku biarkan kecambah cinta yang sudah mulai tumbuh terlantar begitu saja.


- FIN -

Kamis, 04 Februari 2016

.

Diposting oleh Pebri Haloho di 13.32 0 komentar
Masalah terus berganti, bukan karena diminta, tapi karena mungkin sudah siklus hidup yang kita jalani memaksa kita harus menemukan masalah dan mencari solusinya. Hidup ini ibarat game, ada level-level tertentu yang harus kita lewati dan kita juga harus siap menghadapi semua tantangan yang ada.

Hari ini juga aku ngerasain hal yang sama. Selalu ada masalah yang bikin mumet. Bukan cuma masalah sekolah, tambah masalah pribadi, udah gitu pas kondisi fisik juga lagi ngga fit. Masalahnya apa lagi kalo bukan seputar percintaan. Entah kapan, aku juga lupa -sorry- kami jadian. Kalau mau jujur, sebenarnya aku ngga pernah punya felling apa-apa ke dia. Tapi lama-lama aku makin nyaman. Secara dia bisa nge-treat me like a princess. Gimana ngga, awal jadian antar jemput kemana aja. Makan bareng pasti dibayarin terus. Dia juga selalu dengerin curhatan-curhatan ngga jelas dari aku. Dia baik baik baik banget sama aku. Cuma kadang aku ngga bisa ngebales kebaikan dia, dan itu akhirnya jadi masalah.

Belom lagi dia selalu ngajak ke tempat orang tuanya, mau dikenalin katanya. Kalo aku ngga mau ikut ke rumah orang tuanya, eh.. dianya yang maksa pengen dateng ke rumah orang tuaku. Dan itu bikin risih sebenarnya. Tapi karena aku masih belum ada kejelasan untuk hubungan kami. Aku masih belum siap untuk diajak ke jenjang yang lebih serius. Masalahnya adalah, dia bukan anak muda yang usianya masih 25-an. Orang tua, sanak saudara, kerabat dekat, teman, dan kolega-koleganya seakan sudah menuntuk dia untuk menikah. 

Ajakan untuk menikah bukan hanya sekali atau dua kali yang ku dengar dari dia. Sudah ratusan kali mungkin. Tapi aku masih belum siap, masih terlalu dini untuk menikah bagiku. Dan anggapan kalau menikah akan memperlancar urusan karena bisa dikerjakan berdua itu sangat tidak logis. Justru bagiku akan memperrumit masalah hidup. Aku masih menjalani kuliah magisterku, aku juga punya cita-cita dan harapan yang besar suapaya bisa jadi dosen. Aku ngga mau stuck hanya jadi guru honorer di sekolah swasta yang gajinya ngga seberapa tapi tuntutan kerjanya luar biasa menguras energi, pikiran, dan waktu. Aku ingin sekali menjadi apa yang aku mau sebelum akhirnya aku memutuskan menikah.

Dilain pihak aku juga memikirkan posisinya sebagai anak, dan orang tuanya sudah menginginkan dia membentuk rumah tangga. Tidak mudah baginya untuk memberi jawaban kepada orang tuanya. Aku juga paham bagaimana dia berusaha meyakinkan aku agar mau menikah dengannya. Usaha yang lumayan keras untuk membuktikan dia serius menjalani hubungan ini denganku. Bahkan dia rela menungguku sampai aku selesai sekolah. Tapi aku juga tidak tega karena dia harus dilangkahi oleh adiknya. Aku juga tidak ingin ada yang tersakiti diantara kami dan keluarga kami.

Aku sudah memberikan pengertian semampuku kepadanya, bahwa aku tidak ingin menjadi penghalang kebahagiaannya. Kalau dia ingin cepat menikah, dia tidak perlu menungguku selama ini. Aku juga sudah mengutarakan tentang cita-citaku yang tidak gampang meraihnya. Aku ingin memiliki prestasi dan masih ingin menikmati masa mudaku. Aku tidak ingin melepas kesempatan kalau ada. Aku masih belum menginginkan komitmen yang mengikat.

Bayangkan saja kalau nanti saat aku masih kuliah, dan aku menikah. Aku akan disibukkan dengan pekerjaan rumah, tugas kuliah, masalah keluarga, belum lagi kalau aku hamil dan memiliki anak. Semua akan terbengkalai, aku tidak bisa 100% di rumah, dan ataupun tidak bisa mengerjakan tugas kuliah 100%. Dan itu merugikan. Benar-benar merugikan.

Aku juga tidak ingin dikekang, tidak ingin diperintah, dan aku adalah aku. Kali ini, bukan, sudah beberapa kali aku menceritakan hal yang menurutku biasa. Tapi menurutnya adalah hal yang luar biasa. Bisa membuat dia gusar, cemburu, uring-uringan dan tidak enak badan. Padahal aku cuma meminjam DVD teman sepekerjaan denganku untuk ku tonton sebagai hiburan di kos. Aku merasa tidak ada yang salah dengan itu. Atau mungkin dia memang sudah merasa cemburu diawal karena guyonan sesama teman di sekolah tempat kerjaku yang menurutnya sudah keterlaluan. Tapi aku sudah berapa kali menjelaskan, bahwa tidak ada yang salah dengan candaan dan meminjam DVD orang lain. Tidak akan mengubah apapun antara aku dan dia. Tapi dia tidak mau mengerti. Dia seolah memojokkan aku dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku. Tapi aku tidak ingin menangis didepan siapapun. Karena itu membuat aku kelihatan lemah.

Dia juga pernah berjanji tidak akan meninggalkanku, kecuali aku yang meninggalkannya. Tapi perkataannya kemarin mematahkan pernyataannya sebelumnya. Dia sudah 3 kali memutuskan hubungan secara tidak langsung denganku. Aku ingat dengan jelas. Tapi aku masih sabar, aku juga bingung rekasiku tidak terlalu berlebihan dengan kata-katanya. Mungkin aku mulai menyayanginya. Masa pacaranku sebelumnya tidak pernah terjadi yang seperti ini. Jika aku diputuskan, maka tidak ada alasan lain untuk kembali meneruskan hubungan. Putus ya putus. Mau berapa kali diajak balikanpun aku sudah tidak mau lagi. Tapi kalau diajak berteman aku sangat terbuka. Aku juga tidak  ingin mantanku menjadi musuh seumur hidupku.

Kali ini berbeda. Aku sudah dibiarkan dan direndahkan sebenarnya dengan perkataannya bahwa aku bisa berbuat sesukaku dan aku harus jadian dengan orang yang kupinjami DVDnya itu. Aku kesal, aku marah, aku sedih dia bisa bicara seperti itu. Mungkin dia mengujiku. Tapi tidak seperti ini seharusnya. Aku bisa saja menutuskan hubungan dengannya. Tapi aku akan lebih sakit lagi. Jika teringat dia dengan sabar menungguku turun ke teras kosku mungkin sampai sejam. Atau kalau aku pulang dari kampus malam, dia juga rela menungguku. Tapi dia juga bisa menikamku dengan kata-kata seperti itu. Aku seperti terkurung, tak berdaya. Karena jika memutuskan hubungan dengannya pasti orang yang bersalah adalah aku. Entah harus bagaimana lagi. Tapi aku tidak suka diperlalukan seperti itu. Seolah aku ini wanita yang gampang didapatkan, sama seperti wanita jalanan. Dia tidak mengatakannya, tapi itu yang kurasa.

MINAT BACA BUKU TERKENDALA PERILAKU INSTAN

Diposting oleh Pebri Haloho di 10.06 0 komentar

Upaya sekolah mengadaptasi naskah buku dari versi cetak ke digital pun ternyata tidak serta-merta menggairahkan minat baca siswa terhadap teks yang terstruktur dan sistematis.

Di SMA Negeri 78 Jakarta, misalnya, perpustakaan melakukan digitalisasi sejak 2013. Hal itu memungkinkan siswa dan guru mengakses buku koleksi sekolah dengan komputer jinjing dan telepon pintar. namun, siswa belum antusias memanfaatkan fasilitas tersebut.

Sebagai contoh, untuk menggali bahan bacaan tentang suatu teori atau konsep, siswa lebih cenderung mencari bahan dari situs tertentu melalui mesin pencari data/informasi ketimbang membaca buku versi cetak ataupun PDF.

"Tentang Teori Evolusi Darwin, misalnya, rasanya lebih mudah mencarinya di situs web ketimbang membaca bukunya," kata Cornelia, siswi kelas XI IPA SMA 78, Rabu (3/2).

Paramita (17), siswi kellas XII IPS SMAN 29 Jakarta, pun merasa nyaman memelototi gawai ketimbang buku cetak. Visualisasi di situs lebih atraktif sehingga menarik dibaca. "Lagi pula, tulisan di web tidak terlalu panjang, berbeda dengan buku," ujarnya.

Bahkan Rama (16), siswa kelas XI IPS SMAN 4 Tangerang Selatan, lebih memilih membuka situs video digital ketimbang membaca buku. Menurut dia, video di kanal digital lebih asah kreatifitas dan bakat dirinya.

"Visualisasi video amat konkret terhadap suatu keadaan. Berbeda dengan membaca buku yang lebih imajinatif," katanya.

Instan

Pegiat pendidikan Amanda P Witdarmono menilai, siswa kini cenderung menyimak informasi secara instan sehingga bacaannya pun selintas. "Karena terbisa membaca tulisan pendek, minat untuk membaca naskah yang runtut dan sistematis tidak tumbuh," ujarnya.

Pakar pendidikan dari Universitas Terbuka, Dodi Sukmayadi, mengatakan, cara kebanyakan guru menerjemahkan Kurikulum 2013 belum menumbuhkan kebutuhan siswa untuk membaca. Upaya siswa mencari informasi diluar jam sekolah dilakukan hanya untuk menggugurkan kewajiban.

"Siswa hanya mencari teks informasional untuk disalin karena tugas sekolah. mereka tidak berusaha memahami informasi itu lebih dalam karena merasa tidak membutuhkannya," kata Dodi.

Tradisi verbal

Bagi Dodi, masalah utama adalah membaca belum menjadi budaya bangsa. Tradisi verbal, seperti berkisah dan mendongeng, jauh lebih kuat dibandingkan dengan menulis dan membaca. Karena itu, kebutuhan membaca harus dibangun dengan cara menyesuaikan bahan bacaan dengan ketertarikan.

Program 15 menit

Direktur Jendral Kebudayaan pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, program 15 menit membaca sebelum pelajaran sekolah dimulai menjadi salah satu momentum penanaman nilai moral jati diri atau identitas bangsa. Program tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015.

Pemilihan bahan bacaan untuk menunjang hal itu hendaknya berupa karya sastra dan naskah-naskah tua asli Tanah Air. "Kita sebelumnya tidak pernah dikenalkan secara lengkap karya-karya tertulis yang pernah diciptakan di Tanah Air," kata Hilmar.

Dengan demikian, minat baca tidak hanya menambah pengetahuan terutama terhadap sejarah bangsa, tetapi juga menumbuhkan kesadaran sejarah bangsa.

Temuan serta pandangan para narasumber tersebut relevan dengan hasil jejak pendapat Litbang Kompas pada 5-6 September 2015. Hasilnya, rata-rata lama membaca buku warga Indonesia hanya 6 jam per minggu (Kompas 15/9/2015).

Bandingkan dengan warga India yang rata-rata membaca buku 10 jam per minggu, Thailand 9 jam per minggu, dan Tiongkok 8 jam per minggu.

Survei Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) 2012 menunjukkan hanya satu dari 1000 orang di Indonesia yang memiliki minat baca serius. Rata-rata, kurang dari satu buku yang dibaca per tahun.


 

BLOG MISS PEBRI Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea